RINGKASAN
EKSEKUTIF
Pada akhir Dinasti Ming
(awal abad ke-17) di di
Fuzhou-China, ada seorang pria bernama Meng Bo, tinggal di sebuah desa kecil.
Dia berkepribadian baik dan berbakti kepada orang tuanya. Bakti Meng Bo pada
ibunya sangat diketahui oleh para tetangga. Suatu hari, ibunya yang sudah
mulai tua sudah tidak dapat makan daging lagi, karena giginya sudah mulai tidak
bisa makan sesuatu yang agak keras. Ini sedikit mengecewakan karena dia
suka sekali makan daging.
Meng Bo ingin membantu ibunya agar bisa mengonsumsi
daging lezat lagi. Sepanjang malam duduk, memikirkan bagaimana mengolah daging
yang bisa dimakan oleh ibunya. Hingga suatu hari, ia melihat tetangganya
menumbuk beras ketan untuk dijadikan kue mochi. Melihat hal itu, timbul idenya.
Meng Bo langsung pergi ke dapur dan mengolah daging dengan cara yang digunakan
tetangganya dalam membuat kue mochi. Setelah daging empuk, Meng Bo membentuknya
menjadi bulatan-bulatan kecil sehingga ibunya dapat memakannya dengan mudah. Kemudian ia merebus adonan itu, tercium aroma daging yang lezat.
Meng Bo menyajikan bakso itu kepada ibunya. Sang ibu
merasa gembira karena tidak hanya baksonya yang lezat, tapi juga mudah untuk
dimakan. Meng Bo sangat senang melihat ibunya dapat makan daging lagi.
Kisah berbaktinya Meng Bo pada ibunya beserta resep baksonya, cepat menyebar ke seluruh
kota Fuzhou. Penduduk berdatangan untuk belajar membuat bakso lezat pada Meng Bo. (Sumber : The
Epoch Time Edisi 175).
Sekarang
Bakso sudah menjadi salah satu jajanan favorit di seluruh nusantara, baik itu
di daerah maupun di kota besar seperti Surabaya. Usaha jualan bakso umumnya
dilakukan dengan menggunakan gerobak dan mangkal di pinggir jalan dekat
keramaian seperti pasar, sekolahan atau supermarket walaupun bisa juga kita temukan di mall mall besar.
Salah
satu pedagang bakso yang menggunakan gerobak adalah Cak-Di yang dalam enam hari
selama seminggu mangkal di depan sekolahan TK-Hang Tuah , Jalan Cisadane,
Surabaya.
Cak-Di,
begitu biasa pembeli menyapanya memulai usaha jualan bakso 15 tahun yang lalu
setelah berkali kali gagal dalam berwirausaha. Dimulai dari pengamatan beliau
dari maraknya ibu-ibu yang suka makan bakso, akhirnya beliau mencoba usaha
jualan bakso di daerah tempat ibu-ibu biasa mangkal.
Salah
satu peluang yang dia tangkap adalah sering berkumpulnya ibu-ibu di sekolah TK
(Taman kanak-kanak) setelah mengantar anaknya masuk sekolah. Biasanya ibu-ibu
mangkal di dekat sekolah TK sambil menunggu anaknya selesai sekolah dan
sekalian menjemput anak-anak nya setelah mereka selesai sekolah.
Dalam menjalankan usahanya sampai akhirnya bisa
bertahan selama 15 tahun, Cak-Di selalu memperhatikan hal-hal yang terkait
dengan bagaimana pelanggan bisa bertahan untuk tetap membeli produk baksonya.
Cak-Di sangat menyadari bahwa kepuasan pelanggan adalah kunci dari bertahannya
pelanggan untuk selalu membeli dan menikmati produk baksonya. Rahasia untuk
selalu menjaga kepuasan pelanggan dilakukan dengan cara selalu menjaga dan
meningkatkan kualitas, rasa, pelayanan dan penyajian bakso. Menjaga harga jual
bakso untuk selalu tetap atau tidak mengalami kenaikan harga jual, merupakan
salah satu usaha Cak-Di untuk menjaga kepuasan pelanggannya.
Penulis memberi judul “Produktivitas Bakso Cak-Di lewat
Penyajian yang berbeda” dilandasi oleh
keterangan yang diperoleh dari Cak-Di, sebagai narasumber utama serta
keterangan dari beberapa ibu-ibu yang menikmati bakso Cak-Di sebagai narasumber
tambahan demi kelengkapan data yang diperoleh oleh penulis. Salah satu faktor
utama yang menyebabkan bertahannya ibu-ibu untuk selalu membeli bakso Cak-Di adalah
aroma dari kuah bakso Cak-Di yang ditimbulkan oleh pemanasan dengan menggunakan
bahan bakar arang kayu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar